Friday, April 25, 2014

Dimensi Etik Hak Cipta

dimensi etik : enam dimensi strategis administrasi publik

dimensi etika dianalogikan dengan sistem sensor di dalam administrasi publik. dimensi ini dianggap sebagai dimensi strategis dalam administrasi publik.

secara logis, isu ketika sangat vital didalam administrasi publik karena adanya keleluasaan atau dikresi yang diberikan kepada para eksekutif. john a. rohr (1989:60) yang mendasarkan pendapatnya pada buku morality and administration in democratic government karya paul appleby, menyatakan bahwa diskresi administrasi menjadi “starting point” bagi masalah moral atau etika dalam dunia administrasi publik. selanjutnya, masalah moral atau etika jauh lebih memperihatinkan dan lebih fatal akibatnya daripada kekeliruan manusia yang dilakukan dalam pemerintahan.

etika dapat menjadi suatu faktor yang mensukseskan tetapi juga sebaliknya menjadi pemicu dalam menggagalkan tujuan kebijakan, struktur organisasi, serta manajemen publik. bila moralitas para penyusun kebijakan rendah, maka kualitas yang dihasilkanpun sangat rendah. kebobrokan moralitas atau etika dari mereka yang merencanakan, mengimplementasikan, dan memonitor serta mengevaluasi pelayanan publik akan sangat berpengaruh pada hasil akhir. tingkat moralitas atau etika para pemberi pelayanan publik akan mempengaruhi pencapaian hasil.

batasan dan ruang lingkup
bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak. filsuf besar aristoteles, kata bertens, telah menggunakan kata etika ini dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang adat kebiasaan. bertens juga mengatakan bahwa di dalam kamus umum bahasa indonesia, karangan purwadiminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). dalam kamus besar bahasa indonesia (departemen pendidikan dan kebudayaan, 1998), disebut sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

bertend berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu etika (1) sebagai nilai-nilai moral dan nilai-nilai norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan “sistim nilai”, (2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”, dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”. the incyclopedia of philosophy yang menggunakan etika sebagai (1) “way of life”, (2) “moral code” atau rules of conduct, dan (3) penelitian tentang unsur pertama dan kedua diatas (lihat denhard, 1988:28).

etika lebih menggambarkan tentang perbuatan itu sendiri, yaitu apakah suatu perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik orang lain tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. sementara etiket menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku hanya dalam pergaulan dan berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu kepada orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut kebudayaan tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. karena itu etiket lebih bersifat relatif, dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah, bila dibandingkan dengan etika yang cenderung berlaku universal dan menggambarkan sunggguh-sungguh sikap batin.

nilai-nilai moral nampak dari enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six great ideas” (lihat denhard, 1988) yaitu nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dan keadilan (justice). pemberian pelayanan publik, tutur kata, sikap, dan perilaku para pemberi pelayanan seringkali dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai besar tersebut dijadikan ukurannya.

dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat dan “profesional standar” (kode etik), atau “righ of rules of coduct” (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik (lihat denhard, 1988). menurut the public administration dictionary (chandler dan plano, 1988: 17), etika didefinisikan sebagai filsafat yang berkenaan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku manusia, dalam kaitannya dengan benar atau salah suatu perbuatan, dan baik atau buruk motif dan tujuan dari perbuatan tersebut (lihat chandler dan plano, 1988: 17).

CONTOH KASUS HAK CIPTA

PT. MusikIndonesia menerbitkan sebuah lagu yang beraliran melayu. Lagu ini dijual secara luas di masyarakat. 1 bulan kemudian PT. Melayuku juga menerbitkan sebuah lagu yang serupa yang isi lagu itu sama dengan yang dimiliki oleh PT. MusikIndonesia. Tetapi aliran lagunya tidak sama, PT. Melayuku memakai aliran lagu Jazz dan susunan kata yang sedikit dirubah. Sementara itu terbitan lagu PT. MusikIndonesia tidak ada, PT. MusikIndonesia tidak mendaftarkan ciptaannya. PT MusikIndonesia berkeinginan untuk menggugat PT. Melayuku dengan alasan melanggar hak cipta.

Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sbb:
  1. Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. MusikIndonesia memegang hak cipta atas Lagu yang beraliran melayu.
  2. Adanya kesamaan Judul lagu dan isi lagu yang diterbitkan oleh PT.Melayuku dengan yg diterbitkan oleh PT.MusikIndonesia. 
  3. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian. 
  4. Adanya kesamaan Judul lagu dan isi lagu yang diterbitkan oleh PT.Melayuku dengan yg diterbitkan oleh PT.MusikIndonesia. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. Melayuku kepada pihak PT. MusikIndonesia sebagai pemegang hak cipta lagu yang Judul lagu dan isi yang sama tersebut.
Fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. MusikIndonesia secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. MusikIndonesia tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
  1. Perlindungan hukum hak cipta dengan secara otomatis saat ekspresi terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
  2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai sarana pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
  3. Pembuktian oleh pengadilan bisa dilakukan dengan proses cetak dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan lagu oleh PT. MusikIndonesia.




Referensi :
  • http://2frameit.blogspot.com/2011/12/dimensi-etika-enam-dimensi-strategis.html
  • http://mayangadi.blogspot.com/2013/05/undang-undang-hak-cipta-penyelenggaraan.html
  • www.google.com